Embargo minyak AS di Timur Tengah pada tahun 1973
mengakibatkan era kelangkaan energi. Sekarang, empat puluh tahun kemudian, negara
berada di puncak revolusi energi dan gelombang ekonomi yang belum pernah
terjadi sebelumnya.
Ada apa dibalik revolusi ini? Teknologi baru!
Berbagai terobosan teknologi seperti pengeboran
horizontal dan fraktur hidrolik (fracking)
memungkinkan perusahaan-perusahaan energi menyadap cadangan minyak dan gas yang
besar. Angin dan solar yang dianggap sebagai fantasi energi ramah lingkungan
sekarang justru dianggap layak secara ekonomi.
Berbagai fasilitas publik mengubah infrastruktur energi usang kita
menjadi infrastruktur yang lebih cerdas dan jauh lebih efisien.
Di tahun 2020, AS akan dapat memproduksi minya sebanyak
yang dikonsumsi, dengan demikian akan mengurangi ketergantungan negara terhadap
minyak Timur Tengah yang kerap kali tidak stabil dan sulit diprediksi.
“Transformasi
yang telah kita saksikan selama beberapa tahun belakangan ini mulai dari
kelangkaan yang parah hingga berkelimpahan, semuanya nyata,” ujar Jason
Bordoff, Direktur Kebijakan Energi Global Universitas Columbia.
Manfaatnya jelas. Dengan mengganti batu bara dengan gas
alam yang lebih murah, meskipun AS memperkuat manufaktur domestiknya, namun
mereka telah mengurangi emisi karbon. Artinya
bahwa miliaran dollar yang dulunya terbang ke luar negeri sekarang bisa
tetap tinggal di dalam negeri, sebagai modal untuk investasi masa depan.
Namun, kelimpahan energi juga merupakan serangkaian
tantangan baru tersendiri. Para pecinta lingkungan telah memprotes keterlibatan
pemerintah dalam kegiatan fracking minyak dan gas, dan para ekonom
telah memperingatkan bahwa ledakan energi – seperti ledakan dot com di tahun
90an – dapat terjadi setiap saat.
Namun, ledakan tidak hanya terjadi pada minyak dan gas
saja, energi terbarukan seperti solar dan angin juga tumbuh pesat. Dan berkat fokus
pemerintah pada efisiensi energi, sekarang “nilai uang yang dikeluarkan” AS
tiga puluh tahun lalu menjadi dua kali lipat, ketika ekonomi saat itu hanya
seperti dari ukurannya sekarang!
Gas rumah kaca global telah mencapai tingkat tertingginya
tahun lalu, dan pada bulan Juni Badan Energi Internasional mengklaim bahwa kita
mengalami peningkatan temperatur sebesar 9.5°F di akhir abad – yang bakal
hampir menggantikan akhir peradaban sebagaimana yang kita ketahui.
Direktur Eksekutif Energi dan Keberlangsungan di
Universitas California – Davis, Amy Myers Jaffe mengakatan,”orang tidak dapat
lagi bergantung pada harga minyak yang tinggi dan kelangkaan bahan bakar fosil
untuk memotivasi agenda iklim. Seluruh gambarannya telah berubah.”
Jadi, apakah mubazir itu buruk bagi Anda? AS
sedang mencari tahu.
Diterjemahkan dari Bahasa Inggris, artikel asli di publikasikan tanggal di 6 Oktober: http://anashell.blogspot.com/2013/10/the-us-energy-bubble-too-much-of-good.html
[ Energi, energi NRGLab, Departamen Energi, energi AS, affordable energy, teknologi baru, Jason Bordoff, Energi Global Universitas Columbia, Universitas California, Ana shell, Ana Shell NRGLab ]