Tuesday, May 27, 2014

底特律之死

曾经,对许多人来说,底特律的意义重大。一座城市是如此庞大而不可知的实体,我们的每一个看法都只能是局部的,同时还会受到自己的政治观点和背景的影响。部分曾被用来审视现代底特律的残骸和废墟的镜头包括:对许多右派人士来说,这是一座拥有过多工会的典型城镇,正是意在保护就业机会的工会打破了人们的饭碗,因为他们给资产阶级带来了难以解决的困难。其他来自政治图谱同一侧的人则争辩称,领导底特律的民族党征税太重,在公共服务和福利方面花费太多。还有些观点更偏激的人,将其归因为种族主义——他们认为底特律的问题根源在于大部分居民都是黑人,我们不应该让黑人、也不应该寄希望于黑人能恰当地实现自治。



对我们左派来说,并不赞同以上任何一种观点,但是,也不可能对底特律的问题视而不见。在过去十年建,该市人口减少了25%,密西根中央车站等古老的大型建筑也变成了一片废墟,2013年,底特律更是变成了美国史上申请破产的最大城市。它的失业率也比50个美国最大城市中的任何一个都要高出23%以上。在部分被人们放弃和毁坏的地区,摇摇欲坠、用木板封上的房屋售价仅为一美元。

如果我们不接受右翼的说法,造成这次衰落的原因又是什么呢?我们可以反驳说,底特律是郊区化和白人群飞(white flight象的牺牲品。底特律周边的郊区的确拥有令人吃惊的财富。上世纪60年代末期,在多种因素的影响下,这些郊区变得非常受人欢迎。白人的财产在战后得以增长,受美国梦的吸引,他们希望在郊区拥有一栋配有草坪和双车位的大房子。与此同时,1967年爆发的种族暴动、工会权力和战斗性的增加,也让那些富有的白人害怕,并因此决定——离开城市生活,搬往郊区。

问题是,这些郊区和底特律受不同的司法管辖。郊区的居民向郊区纳税,而大型城市底特律则面临着用于城市运营的税费不断减少的情况——因为当时大部分留在城里的居民,不管是选择留下来还是没有其他地方可去,都太穷了,无法支付任何费用。结果就是警察无法处理犯罪行为,城市不能修复摇摇欲坠的基础设施,贫穷造成的恶性循环让剩下的居民越来越难以摆脱贫困。

在美国各地,类似的故事以较小的规模一再重复,富有的白人为了创造只有白人的生活环境,倾向于选择平淡无奇的郊区,而放弃市中心。与此同时,在没有联邦或州的支持,无法增加市区微薄的税费收入的情况下,市区变得四分五裂。底特律只是一个最极端的例子。美国的郊区化——在世界其他地区不断蔓延的哲学——需要我们尽可能地加以阻止。郊区是分离的信号(富人和穷人之间,白人和黑人之间),环境破坏的信号,文化单一的信号——市区居民(主要由穷人和受剥削的人组成)所承受的经济压力的信号。底特律之死是去郊区生活之美国梦的副产品,清楚地向我们展现了那些无法负担这一梦想的人面临的处境。


从英文版翻而来。原文于 420, http://anashell.blogspot.com/2014/04/the-death-of-detroit.html

[ 底特律之死, 民族党, 实现自治, 密西根中央车站, 申请破产, Detroit death, Ana Shell ]

Sunday, May 25, 2014

Akhir Dari Perang Melawan Teror

Penculikan 200 siswa perempuan di Negeria oleh sekte ekstrimis Boko Haram mulai menjadi perhatian di media internasional karena kengerian ceritanya serta kesuksesan untuk menculik begitu banyak siswa tanpa mengetahui tempat mereka dibawa. Fokus berita kini beralih ke reaksi dari pemerintah Nigeria. Pemerintahan ini terkenal karena tidak mampu menjaga warga negaranya dan lebih mementingkan keuntungan yang diperoleh dari penjualan minyak ke negara-negara barat. Mereka juga terkenal karena mengeksekusi Ken Saro-Wiwa, pemimpin protes anti minyak di wilayah Oganiland. Tindakan ini malah menjadi bumerang dan membuat reputasi masa depan Nigeria menjadi buruk.



Kini, mereka pun terbukti tak kuasa menangani Boko Haram, sebuah kelompok Islam yang namanya kurang lebih berarti ‘pendidikan barat adalah dosa’, sehingga siswi sekolah menjadi target mereka. Pemerintah Nigeria tampaknya tak mampu berbuat apa-apa untuk menghentikan kelompok teroris ini yang berdiam di wilayah gurun di bagian utara Nigeria, sebaliknya mereka malah mulai menahan para pemimpin dari kelompok demonstran di Abuja, ibukota Nigeria yang berdemo menuntut untuk bertindak. Lagi-lagi ini menjadi lagi publikasi buruk dari rezim yang tidak bisa diandalkan.

Tampaknya, Boko Haram adalah salah satu bagian dari kelompok Islam bersenjata yang menyapu wilayah sahara belakangan ini. Kita dapat melihat bahwa kelompok ini memiliki ideologi yang sama dengan kelompok ekstrimis yang mengacaukan revolusi Tuareg di Mali utara tahun 2012 sebelum mereka dilumpuhkan dengan bantuan tentara Perancis. Hal ini menyiratkan bahwa ‘perang  global melawan teror’ terus-menerus gagal dan diperlukan sebuah pendekatan baru. Menginvasi negeri muslim serta melakukan pengeboman dengan pesawat tanpa awak memang tampak efektif untuk membunuh masing-masing teroris, namun tidak menghentikan terbentuknya kelompok teroris baru. Hal tersebut justru menganjurkan orang-orang untuk mengangkat senjata melawan barat dan pemerintah Afrika yang didukung barat karena dianggap menindas rekan-rekan mereka.

Terlepas dari peperangan melawan teror itu sendiri, ekstrimis di negara-negara seperti Nigeria sebenarnya dipicu oleh kebijakan-kebijakan negara-negara barat. Kebanyakan dari sumber daya Nigeria terkonsentrasi pada industri minyak yang hanya mendatangkan manfaat pada negara-negara barat serta politikus korup dan menyisakan sedikit untuk pelayanan yang dibutuhkan oleh masyarakat Nigeria yang menderita. Tak heran ini telah mendorong sebagian besar wilayah Nigeria – khususnya yang berada di luar wilayah yang maju seperti Lagos dan Abuja – untuk kehilangan kepercayaan terhadap pemerintah atau bahkan menentangnya. Perkembangan seperti ini justru menganjurkan pergerakan agama populis seperti Boko Haram yang berjanji untuk ‘menyelamatkan’ penganutnya dari kemiskinan dan penderitaan asalkan mau mengikuti sekumpulan hukum-hukum agama.

Daripada memusatkan perhatian kepada peperangan dan upaya untuk memaksakan demokrasi (meskipun ‘memaksakan demokrasi’ itu sendiri adalah oksi moron), kita perlu menemukan cara baru untuk menghentikan ekstrimisme jenis ini. Sebuah kebijakan internasional yang membantu banyak negara  untuk keluar dari kemiskinan perlu dibuat daripada bergantung pada uang yang dihasilkan dari industri minyak barat. Kita juga perlu berhenti menolerasi rezim yang bersahabat dengan kepentingan perusahaan-perusahaan barat namun bersikap menghancurkan dan menindas warga negara mereka sendiri. Kita hanya bisa berharap bahwa penculikan siswi-siswi ini akan membantu para pemimpin kita untuk mengesahkan kebijakan-kebijakan baru karena mereka menyadari bahwa kelompok ekstrimis tidak akan bisa diberantas jika dihadapi dengan kekerasan semata.

Diterjemahkan dari Bahasa Inggris, artikel asli di publikasikan tanggal di 15.05.2014: http://anashell.blogspot.com/2014/05/an-end-to-war-on-terror_15.html

[ Penculikan 200 siswa perempuan, penculikan di Negeria, sekte ekstrimis, Boko Haram, Ken Saro-Wiwa, Ana Shell, Pemerintah Nigeria, revolusi Tuareg di Mali ]

Tuesday, May 20, 2014

In the US, class privilege is in the air

Recent research in the US has shown that, in simple terms, white people breathe better quality air than black people. When written as bluntly as that it sounds like a joke, almost like the kind of headline you would read in The Onion. But it’s actually a perfectly serious phenomena – areas of the US where the population are predominantly white consistently have better air quality than in areas that are mostly black. Considering the effects of air quality on our day-to-day life and on our life expectancy, this discovery has a lot of potential implications.
These findings are being painted as a racial issue, and of course they are to some extent. But they also take in an element of our lives that the media doesn’t often like to talk about – that of class. These results could very easily be written out in a different way from how they have if the emphasis were changed – we could then say that poor people tend to breathe worse air than rich people, and it just so happens that more black people are poor than white people.
From there we would have to explore the many reasons why black people are over-represented in the poverty statistics of America, but to begin with we can also ask why poor people of any color are suffering from bad air quality in comparison to the rich. The reason is a concept more familiar to academic geographers than newspaper writers – that of spatial segregation. The rich of America are, almost always, spatially separated from the poor to a very high degree. If we look at a map of any major city in America, we can identify areas in which the rich live, and areas in which the poor live – and if we were to visit those areas we would clearly see the difference in the built environment and the quality of the air.
Areas where the poor live have lower tax incomes; they are less likely to be able to afford services and amenities that might help deal with air pollution, such as parks and hospitals; they are given much less consideration in city planning meetings, meaning the majority of major freeways in the US go through the poor areas of towns; and due to high rates of unemployment and marginalization, they find themselves desperate to accept the possibility of jobs from polluting industries that richer areas have the choice and power to turn away – hence why the vast majority of factories, manufacturing depots, and wastegrounds in America are found in poor areas.
Once this kind of cycle has been started it becomes hard to stop – real estate prices go down because of the poor quality of the environment, and as prices go up in other areas of town more poor and unemployed people are pushed into the zone. The fact that the majority of these poor people are also black is yet another scandal to be added on top of this. The whole thing seems to show that while the free-market dream of America works very well for the winners, it produces far too many losers, and far too negative effects on those losers.
And yet it is beginning to seem that things will have to get much worse before they begin to improve. Levels of inequality in the US have been increasing for some time now, after they were reset to a certain extent by the prosperity of the 20th century. Now the US is becoming dominated by corporate power and the interests of the rich again, much as it was back in the 19th century. The issue of air quality and the spatial segregation that causes it is but one symptom of that – and it is a symptom that should alert us to the need for urgent change if we are to start equalizing the relationships between the winners and losers in American capitalism again.

academic geographers, air pollution, American capitalism, bad air quality, black people, breathe worse air, built environment, city planning meetings, class privilege, corporate power, effects of air quality, free-market dream, high rates of unemployment, levels of inequality, lower tax incomes, manufacturing depots, marginalization, newspaper writers, polluting industries, poor areas, poor areas of towns, poor people, potential implications, poverty statistics, quality air, quality of environment, real estate prices go, rich people, spatial segregation, The Onion, unemployed people, wastegrounds in America

Sunday, May 18, 2014

围绕着饥饿开展的银行业务

英国是全球最富裕的国家之一,对想要获得在该国发生之事的客观信息和事实的我们来说,考虑到其国内报刊报道具有较高水平的政治偏见而臭名昭著,它们也就称不上什么可靠的信息来源了,但这也意味着它们能就英国人民的所感所想提供有用的文化晴雨表,特别是在人们可以利用Twitter等社交工具、方便地对他们所见所闻做出回应的今天。



著名但空洞的右翼报刊《每日邮报(Daily Mail)》的姐妹报刊(令人吃惊的是,通过发布极端且让人震惊的政治故事和名人的狗仔队图片,它创建了网上最受欢迎的新闻网站)——《周日邮报(Mail on Sunday)》本周末发生的事情就是一个很好的例子。《周日邮报(Mail on Sunday)》指派了一批记者前往英国部分食物银行——这些慈善机构旨在为失业和不幸的人免费分发食物,由于欧洲持续受到经济衰退的影响,这些饱受剥削和压迫的人失去了工作,身无分文。

这些记者告诉食物银行他们失业了,谎报了自己的处境,让自己看来绝望又饥饿。食物银行照常完成了一些核查身份的程序,然后就为记者提供了一些小小的食物包。按照《周日邮报(Mail on Sunday)》的说法,这是一件应该引起公愤的事情,同时说明了最近显示去年共有100万英国人不得不使用食物银行的数据不实。他们声称,许多使用食物银行的人,只乞丐和投机者,他们和那些记者一样,只想获得一餐免费的食物。

 Twitter和其他社交网站上的反应代表了人们的愤怒。大家指出了这件事明显的逻辑缺陷,只是因为《周日邮报(Mail on Sunday)》的工作人员愿意为换取食物而编造无耻的谎言,并不能说明其他人也愿意做同样的事情。但是,其他人也表示,即使在这个故事中存在一丝真理,也没有关系。即使有20%接受食物银行所分发食物的人是骗子,也仍然有800,000人在忍饥挨饿,需要额外的食物包才能勉强度日。其中许多都是儿童。即使经常使用食物银行的人数并不是100万那么具有象征性,对全球最富裕的国家之一来说,这个数字仍然是该国的耻辱之源。

即使是在街上的普通人过得如此艰难的今天,英国仍然是拥有全球最高GDP的国家之一,伦敦依旧是最引人注目和最昂贵的城市之一,商人、银行家和政客组成的精英阶级一如既往地赚着大把的钞票。长期以来,这些富有的精英们都在宣传一种意识形态,让人们认为从某种角度来看,那些需要帮助的人并不值得他人施以援手——他们不够努力,或者他们内心里并不希望工作,他们只希望别人能免费给他们钱。但绝口不提对大多数人来说,工资停滞不前,没有工作机会,以及最近许多毕业生还有额外的债务需要处理。简单赢家通吃的资本主义哲学观点,鼓励穷人相互踩踏,以期获得成功。

《周日邮报(Mail on Sunday)》在关于食物银行的文章里宣扬的正是这类意识形态。幸运的是,人们做出了如此反应,同时也认识到了食物银行存在的必要性才是真正的问题所在,而不是一味苛求使用食物银行的确切人数,这暗示着越来越多的人开始意识到这种意识形态的空虚无物。我们希望这将是阶级意识增强的开始,也是对政治精英们的反击的开端,要知道,正是他们长久以来让穷人一直穷困,同时还将其当做自己的替罪羊。


从英文版翻而来。原文于 430, http://anashell.blogspot.com/2014/04/banking-on-hunger.html

[ 右翼报刊, 每日邮报, Daily Mail, 周日邮报, Mail on Sunday, 英国部分食物银行, Ana Shell ]

Thursday, May 15, 2014

An end to the war on terror

The kidnapping of 200 schoolgirls in Nigeria by the extremist sect Boko Haram is starting to make big waves in the international media, partially due to the horrifying nature of the story and partially due to the sheer unlikeliness of managing to kidnap so many people without anyone knowing where they’ve been taken. The story now is being focused on the reaction of the Nigerian government – a government which is famously incapable of caring for its own citizens, and more bothered about continuing to bring in oil revenue from the West. This is a government which responded to anti-oil protests in the Ogoniland region by executing the leader, Ken Saro-Wiwa, a move which spectacularly backfired in terms of providing terrible PR for the country for years afterwards.
They are now proving just as incapable of dealing with Boko Haram, an Islamic group whose name means roughly ‘Western education is a sin’ – hence their targeting of schoolgirls. The Nigerian government seems helpless to stop the terrorists that inhabit the desert north of the country, and has instead started arresting leaders of the protest groups that are calling for action in the capital, Abuja – yet another piece of terrible PR for this hapless regime.
Boko Haram seem to be another part of the wave of militarized Islam that has been sweeping across the Saharan region in recent years. We saw similar ideologies in the extremist groups that hijacked the Tuareg revolution in northern Mali in 2012, before being beaten back with the help of French troops. What this seems to signify is yet another suggestion that the global ‘war on terror’ has been an abject failure and a new approach is needed. It turns out invading predominantly Muslim countries and bombing people from drones may be very effective in killing individual terrorists, but is singularly ineffective in stopping new terrorists being created – if anything, it just seems to encourage people to take up arms against the West and the Western-backed governments in Africa that they see as oppressing their co-religionists.
Beyond even the war on terror itself, the extremism in countries like Nigeria is further fuelled by Western-led policies. So much of Nigeria’s resources are concentrated in an oil industry which benefits only the Western countries that use the oil and the corrupt politicians who cream the profits from the top, leaving only a minimal amount to provide much-needed services to the long-suffering people of Nigeria. Unsurprisingly, this has led large parts of the country – particularly those outside of relatively well-funded areas like Lagos and Abuja – to have no faith in their government, or worse, to actively despise it. Such developments can only encourage populist religious movements like Boko Haram, that promise to ‘save’ the people from poverty and misery as long as they follow a set of religious laws.
Rather than focusing on wars and on attempts to force democracy onto people (if ‘forced democracy’ isn’t itself an oxymoron), we need to find a new way of halting the spread of this kind of extremism. We need international development policies that actually help countries pull themselves out of poverty, rather than relying on Western oil money to survive. And we need to stop tolerating regimes that are friendly towards Western corporate interests, but damaging and authoritarian towards their own populations. We can only hope that the kidnapping of these girls, however terrible it is, will help to push our leaders towards these new policies, as they realize that extremism will not go away if faced with violence alone.
anti-oil protests, Boko Haram, bombing people, co-religionists, corporate interests, corrupt politicians, extremist groups, extremist sect, face with violence, force democracy onto people, forced democracy, French troops, hapless regime, international development policies, international media, Islamic group, Ken Saro-Wiwa, kidnapped Nigerian girls, kidnapping in Nigeria, killing individual terrorists, Lagos, leaders of protest groups, militarized Islam, Muslim countries, Nigeria resources, Nigerian government, Nigerian kidnapped schoolgirls, Ogoniland region, oil industry Nigeria, populist religious movements, religious laws, revolution in northern Mali in, Saharan region, save people from poverty, schoolgirls kidnapping, stop tolerating regimes, Tuareg revolution, war on terror, well-funded areas, Western education, Western oil money, Western-backed governments, Western-led policies

Tuesday, May 13, 2014

Sistem Pangan Global - Kegilaan Yang Harus Diakhiri

Hanya perlu waktu sebentar bagi siapa saja agar dapat melihat bahwa sistem pangan dunia telah rusak. Faktanya amat jelas. Hasil pertanian dunia setiap tahunnya berlimpah dan mampu memenuhi kebutuhan pangan semua orang di seluruh dunia, sayangnya jutaan orang di berbagai belahan dunia masih tetap kelaparan.  Sudah sepantasnya hal ini menyulut kemarahan kita, namun, malah disembunyikan dan diabaikan oleh mereka yang cukup beruntung untuk memiliki makanan yang berlimpah.  PBB mulai memerhatikan hal ini lewat sebuah laporan khusus tentang hak akan pangan yang disampaikan oleh Olivier de Schutter secara terperinci.



Mari kita perhatikan beberapa masalah terbesar dari sistem pangan dunia.  Mungkin problem yang paling parah adalah negara-negara miskin dipaksa untuk bercocok tanam bukan untuk mencukupi kebutuhan pangan penduduknya, namun digunakan untuk membayar utang negara.  Utang yang dimiliki oleh negara-negara di Afrika dan Amerika Latin selama abad ke-20 kebanyakan berasal dari bank-bank tidak jujur yang dimanfaatkan oleh para diktator korup, sehingga negara-negara berkembang ini harus berupaya keras untuk memperoleh sebanyak mungkin mata uang asing untuk membayar bunga utang agar terhindar dari gagal bayar.  Akhirnya mereka hanya menghasilkan produk-produk seperti bunga-bungaan, kopi, kakao, dan untuk Amerika Latin, daging dan kedelai.  Produk-produk ini tidak mempunyai nilai gizi bagi masyarakat yang kelaparan, atau daging yang dihasilkan tidak mampu dibeli oleh masyarakat setempat.  Semua produk ini dipasok ke negara-negara kaya dengan harga rendah demi membayar utang yang seharusnya dihapuskan, dan tanah pertanian yang ada dapat digunakan untuk menanam produk pertanian bagi penduduk setempat.

Sementara itu, negara-negara kaya juga memiliki pertanian yang hasil utamanya adalah gandum, biji-bijian, hasil ternak, tanaman penghasil minyak, dan kedelai.  Biaya hidup yang tinggi di negara-negara ini membuat harga produk-produk ini amat mahal - namun pemerintah negara-negara kaya mengatasinya melalui subsidi bagi para petani untuk menekan biaya.  Jadi pajak yang dibayar oleh masyarakat menengah diberikan kepada pemilik tanah (biasanya orang kaya) karena memberikan jasa yang benar-benar tidak efisien.  Sebenarnya subsidi yang diberikan malah membuat prosesnya lebih tidak efisien karena para petani dianjurkan untuk memproduksi terlalu banyak - ada yang disebut gundukan mentega dan danau susu yang akan terbuang di Eropa karena sudah berlebihan untuk dikonsumsi orang.  Kita dapat memberikan hasil yang berlebih ini kepada masyarakat miskin di negara lain, tetapi karena mereka tidak mampu membelinya lebih baik produk-produk tadi dibiarkan membusuk.

Jika semua ini tak cukup mengejutkan, ada lagi yang perlu diketahui bahwa sistem pangan dunia juga mempercepat perubahan iklim.  Industri pertanian merusak lingkungan karena penggunaan pestisida dan pupuk buatan secara berlebihan; pemeliharaan ternak untuk daging dan susu menyumbangkan gas rumah kaca melalui metana yang dihasilkan; dan karena masyarakat tidak dianjurkan untuk mengkonsumsi produk dalam negeri, pengiriman bahan-bahan ini ke seluruh dunia memerlukan penggunaan bahan bakar penghasil karbon.

Sebagai sebuah alternatif, laporan khusus PBB akan menganjurkan pertanian berskala kecil yang berfokus pada beragam tanaman dan sumber makanan daripada berfokus pada hasil panen tunggal; metode-metode produksi yang tidak bergantung pada bahan-bahan kimia; menghentikan target biofuel (sejumlah besar tanaman yang dipanen di seluruh dunia digunakan untuk menghasilkan bensin agar terlihat 'ramah lingkungan'); menghentikan pembuangan pangan di negara-negara kaya.  Semua ini adalah langkah-langkah yang baik, namun diperlukan tindakan yang keras dari PBB jika kita ingin menerapkannya.  Sistem pangan global saat ini memang tidak masuk akal, namun sistem ini terus beroperasi karena banyak orang memperoleh uang banyak dari sistem ini.  Mereka akan menolak perubahan selama mungkin, bahkan tidak peduli jika sistem yang ada mengeksploitasi orang miskin. Tampaknya diperlukan rencana kongkrit dari kita semua untuk mendukung PBB dalam menghasilkan sesuatu yang berkelanjutan dan adil.


Diterjemahkan dari Bahasa Inggris, artikel asli di publikasikan tanggal di 9.04.2014: http://anashell.blogspot.com/2014/04/the-global-food-system-madness-that.html

[ sistem pangan global, hasil pertanian dunia, Olivier de Schutter, sistem pangan dunia, negara-negara miskin, utang negara, menanam produk pertanian, Ana Shell ]

Tuesday, May 6, 2014

刷新历史正义

当前的一大话题(无论如何,这是我和他人探讨的一大话题)围绕着气候正义展开。大致来说,这意味着有必要考虑以下情况:一些国家对其之前所造成的大量污染负有历史责任,而其他国家需要协助上述国家处理那些污染带来的影响,同时确保他们不会引起同等规模的污染。因此,负有历史责任的国家应该帮助其他国家。当我们如此考虑的时候,是很简单的一件事儿,但要将其付诸实践却相当复杂。



这让我们想起了另一个相似的问题,虽然它由来已久,但最近也有报道——针对奴隶制的赔偿问题。即使是今天,在美国内战废除美洲大陆上的奴隶制后的150年(在其他许多地方,奴隶制甚至在那之前就已经结束了),奴隶贸易对非洲、南美和加勒比地区造成的影响仍然不可小觑。美国黑人的相对贫穷及其遭到的歧视;加勒比地区以资源为基础的经济让他们一直穷困;而在以前抓获奴隶的西非,地区冲突和动乱正在上演。

每当人们提出这些问题,西方国家都会试着把头埋进沙子里,对提问的人置之不理。他们在害怕,害怕一旦他们承认了在奴隶贸易中有任何不当行为,人们会要求他们支付数十亿美元,用于赔偿和补偿他们在几个世纪里造成的伤害。虽然我们会说,可能他们应该支付这笔钱,但是,他们会正直地指出,向存在冲突和腐败问题的国家政府支付大量资金可能并不是最明智的解决方案——除非我们想要增加瑞士银行里几个秘密账户的余额。

不过,多个加勒比国家元首最近宣布了一项计划,为补偿问题提供了更好的解决方式。他们并未要求西方国家直接支付赔偿金,而是希望后者能在医疗和教育方面为各岛提供帮助,同时协助加勒比地区和西非各国建立文化和政治连接,因为加勒比地区的大部分居民都源自西非。这有助于这些国家减少对西方所提供资金的依赖,而不是让其依赖性更强——让该地区的居民接受教育,拥有健康的身体,同时和其他国家建立强有力的贸易纽带,就能增加让他们自食其力的可能性。

希望这个计划将比过去的资金补偿要求更能经受住考验,同时也希望欧洲国家将助其顺利开展。它可以为在历史上遭受压迫和剥削的群体提供一些很好的机会,也能在将来处理气候正义问题时,为我们树立一个不错的榜样。与其因资金和数字而困扰,还不如齐心协力,让较穷的社区掌握相应技能,为其提供必要的资源,进而帮助它们度过气候变化的困难时期——无论是让其自行制造太阳能板或完成水力发电,还是修建能抵挡海平面变化的房屋,以及其他类似的能力。这样做要求大家同心齐力,当然,还将需要一些资金——但是,如果我们能设法在存在严重分歧的奴隶制方面达成一致,开展类似工作,那么,当涉及到对所有人均有影响的环境问题时,也应该可以如此行事。

从英文版翻而来。原文于330, 
http://anashell.blogspot.com/2014/03/historical-justice-brought-up-to-date.html

[ 气候正义, 历史责任, 针对奴隶制的赔偿问题, 美国内战, 美洲大陆, 瑞士银行, Ana shell ]

Sunday, May 4, 2014

Kehancuran Kota Detroit

Kota Detroit berarti berbagai hal untuk orang banyak. Kota ini sangat besar dan sulit dipahami sehingga pandangan yang kita miliki terhadap kota ini bersifat parsial, dipengaruhi oleh pandangan politik dan latar belakang kita. Beberapa melihat reruntuhan kota modern Detroit sebagai berikut: bagi penganut paham sayap kanan, kota ini merupakan kota dengan serikat pekerja terbanyak dan menjadi contoh bahwa serikat pekerja telah menghancurkan lapangan pekerjaan yang mereka coba lindungi karena meminta terlalu banyak sehingga menyulitkan kelas kapitalis. Pendapat lain dari spektrum politik yang sama beranggapan bahwa partai Demokrat yang berkuasa di sana menetapkan pajak yang terlalu tinggi dan menghabiskan terlalu banyak uang bagi layanan publik dan dana kesejahteraan. Mereka yang memiliki pandangan ekstrem malah mengambil sisi rasis dan beranggapan bahwa problem di kota Detroit berasal dari mayoritas penduduknya yang merupakan warga kulit hitam. Kulit hitam tidak boleh atau tidak bisa diharapkan untuk memimpin diri sendiri dengan baik.



Kita yang menganut paham sayap kiri tak setuju dengan pandangan-pandangan tadi. Namun tak bisa di pungkiri kota Detroit memang bermasalah. Populasi kota ini telah menurun sebanyak 25% selama satu dekade terakhir dan bahkan gedung megah seperti Michigan Central Station pun terlantar. Pada tahun 2013, kota Detroit menjadi kota terbesar dalam sejarah AS yang menyatakan kebangkrutan. Tingkat pengangguran kota ini mencapai lebih dari 23% hingga saat ini adalah yang terburuk dari 50 kota terbesar di AS. Beberapa wilayah telah ditinggalkan oleh banyak penghuninya serta dihancurkan oleh geng-geng jalanan sehingga rumah-rumah yang rusak dan ditutupi papan-papan dijual amat murah.

Jadi apa penyebab penurunan ini jika kita tidak setuju dengan anggapan sayap kanan? Kita bisa setuju bahwa kota Detroit adalah korban suburbanisasi dan fenomena 'perpindahan kulit putih.' Masyarakat pinggiran kota di sekitar kota Detroit justru (fakta mengejutkan) amat kaya. Daerah pinggiran kota ini amat populer di era 1960an karena beberapa faktor. Kekayaan populasi kulit putih yang bertambah setelah perang Amerika memungkinkan mereka menggapai 'Impian Amerika' yaitu memiliki rumah yang besar di pinggir kota dengan halaman luas dan garasi untuk dua mobil. Pada saat bersamaan, huru-hara akibat perbedaan ras pada tahun 1967 dan meningkatnya pengaruh dan militansi serikat pekerja membuat golongan kulit putih menjadi takut sehingga mereka memutuskan untuk meninggalkan kota dan pindah ke pinggiran kota.

Masalahnya, wilayah pinggiran kota ini berada pada yurisdiksi yang berbeda dari kota Detroit. Masyarakat pinggiran kota membayar pajak untuk diri sendiri, sementara kota Detroit harus membiayai diri sendiri dari pemasukan pajak yang kecil karena kebanyakan orang yang tinggal di kota, karena pilihan atau karena tak punya pilihan lain, terlalu miskin untuk membayar pajak. Tentu saja ini menyebabkan pihak kepolisian tidak mampu menangani kejahatan, kota tidak mampu memperbaiki infrastruktur yang rusak, dan lingkaran setan kemiskinan yang terus membelit masyarakat yang tersisa di kota itu, semakin sulit untuk diatasi.

Kisah yang sama telah terjadi berulang kali pada skala yang lebih kecil di banyak bagian dari Amerika. Kaum kulit putih kaya meninggalkan pusat kota untuk kehidupan di pinggir kota tempat mereka bisa hidup dengan sesama kulit putih. Sedangkan wilayah perkotaan runtuh akibat tidak adanya dukungan federal atau negara bagian untuk menambah pemasukan yang sedikti dari pajak. Memang, kota Detroit adalah contoh yang ekstrem. Suburbanisasi Amerika, sebuah filosofi yang terus menyebar ke seluruh dunia perlu ditekan sebisa mungkin. Pinggiran kota adalah tanda pemisahan (antara yang kaya dengan yang miskin dan kulit putih dengan kulit hitam), tanda kehancuran lingkungan, kesamaan budaya, dan tanda kesulitan ekonomi untuk wilayah pusat kota tempat tinggal warga miskin dan tereksploitasi. Kehancuran kota Detroit adalah produk samping dari 'Impian Amerika' untuk kehidupan di pinggir kota. Hal itu memperlihatkan dengan kejadian yang dialami oleh mereka yang tidak mampu memiliki impian tadi.



Diterjemahkan dari Bahasa Inggris, artikel asli di publikasikan tanggal di 20.04.2014: http://anashell.blogspot.com/2014/04/the-death-of-detroit.html

[ kota Detroit memang bermasalah, populasi kota, Michigan Central Station, korban suburbanisasi, perpindahan kulit putih, masyarakat pinggiran ]