Saat orang mendengar kata “pemanasan global”, yang
terlintas dalam benak mereka adalah puncak gunung es yang mencair, naiknya permukaan
air laut, dan badai super. Tapi tahukah
Anda bahwa pemanasan global juga membuat penyakit menjadi lebih mudah menyebar?
Benar – wabah berikutnya bisa saja sedang membayangi. Dan wabah terakhir datang
telah merenggut jutaan nyawa!
Bakteri dan parasit berkembang biak di suhu yang hangat,
yang biasanya bakteri dan parasite ini bersifat musiman di belahan dunia
tertentu. Namun kini, hal itu tidak lagi berlaku. Musim panas yang lebih lama
berarti jangka waktu hidup yang lebih lama pula. Lebih banyak penyakit menular.
“Ada BANYAK penyakit,” Sonia Altizer,
Associate Professor di Universitas Georgia, menegaskan. “Terutama disistem-sistem
alami, di mana ada sinyal yang jelas bahwa prevalensi atau tingkat keparahan
dari penyakit-penyakit itu telah meningkat sebagai respon atas perubahan
iklim.”
Altizer adalah penulis-bersama dari penelitian yang baru
diterbitkan mengenai tren iklim selama lebih dari sepuluh tahun terakhir. Dia
melanjutkan: “Jadi di Kutub Utara, ada cacing parasit yang
mempengaruhi muskox dan rusa kutub yang berkembang biak lebih cepat dan menjadi
lebih tersebar dan berekspansi. Kemudian di laut-laut tropis, seperti batu-batu
karang di Lautan Karibia, terdapat banyak bukti yang muncul yang menunjukkan
bahwa pemanasan berhubungan dengan simbiosis batu-batu karang tersebut –
membuat batu-batu karang semakin rentan terhadap penyakit dan pada waktu yang
bersamaan memperbesar tingkat pertumbuhan bakteri mematikan.”
Jadi di manapun Anda tinggal – di iklim yang hangat, atau
dingin – tidak ada seorang pun yang aman dari bakteri. Untunglah, ada
penelitian seperti yang dikerjakan oleh Altizer untuk mempersiapkan kita
menghadapi masa depan.
“Mengetahui mengapa bakteri-bakteri patogen yang berlainan
merespon secara berbeda pula terhadap perubahan iklim adalah apa yang
dibutuhkan untuk membantu kita memprediksi dan menangani penyebaran penyakit
pada manusia, hewan dan tumbuhan,” lanjutnya.
Beberapa benua sudah jauh lebih siap dibandingkan benua
lain dalam menghadapi wabah yang akan datang, seperti Amerika Utara dan Eropa,
yang memiliki “pemantauan, vektor
pengendali, sanitasi modern, obat-obatan, dan vaksin yang dapat diberlakukan
untuk mencegah penyebaran berbagai macam penyakit, terutama penyakit menular
atau diare yang jauh lebih bermasalah di negara-negara berkembang. Jadi hal-hal
ini dapat melawan efek-efek perubahan iklim dan menyulitkan untuk mendeteksi
peningkatan bakteri patogen tersebut,” kata Altizer.
“vektor pengendali” merujuk kepada parasit pengendali seperti
caplak dan nyamuk, yang dikenal sebagai penyebar demam kuning dan malaria.
Di negara-negara berkembang, penyebaran patogen dapat
menghancurkan ekonomi pertanian. Tanaman dan hewan ternak mati. Kehidupan para
petani dan keluarganya dipertaruhkan.
Seberapa khawatirkah mestinya kita? Menurut Altizer
jawabannya tidak harus selalu jelas.
“Hal itu sangat tergantung dari lokasi. Di mana, kapan
dan patogen seperti apa? Saya pikir saat ini kita berada dalam tahap, di mana
dalam lima sampai sepuluh tahun lagi para ilmuwan akan dapat bergerak menuju
kerangka berpikir yang dapat diprediksi, yang mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan
mengenai di mana lokasi, dan bakteri patogen seperti apa yang merespon dan akan
paling kuat merespon terhadap perubahan iklim.”
Efek-efek dari pemanasan global perlahan mulai terungkap
dan akan berlangsung lama, sehingga sangat penting untuk mendokumentasikan dan
menganalisis data.
Diterjemahkan
dari Bahasa Inggris, artikel asli di publikasikan tanggal di 13 Agustus: http://anashell.blogspot.com/2013/08/the-plague-could-be-coming-global.html
[ pemanasan global, Sonia Altizer, Universitas Georgia, krisis ekonomi, korupsi, affordable energy, Ana Shell NRGLab, ana shell sh-box, NRGLab Pte Ltd, nrglab singapore, NRGLab Сингапур, SH-box ]
No comments:
Post a Comment